Mengenai Saya

Foto saya
menyesuaikan energi dengan alam

Selasa, 13 Desember 2011

REVOLUSI SOSIALIS

Pemerataan semua bentuk pemilikan menjadi pemilikan modal di satu pihak, pemerataan segala bentuk pekerjaan menjadi pekerjaan upahan di lain pihak, akhirnya menghasilkan keadaan di mana hanya tinggal dua kelas saja yang saling berhadapan, yaitu kaum kapitalis dan proletariat. Tetapi dua kelas itu tidak seimbang: kelas kapitalis adalah amat kecil karena kebanyakan kapitalis yang lebih lemah sudah hancur dalam persaingan tajam di pasar bebas dan tersapu ke dalam proletariat. Padahal dalam tangan kelompok kecil orang itu berkumpulah seluruh modal raksasa yang telah tercipta dan terus bertambah. Sedangkan proletariat memuat hampir seluruh anggota masyarakat, tetapi mereka tidak memiliki apa-apa.
Tetapi, meskipun proletariat sudah terhisap habis, pemelaratan mereka berjalan terus di bawah tekanan pasar yang tanpa ampun menuntut peningkatan produktivitas dari perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan. Dengan demikian, irasionalitas sistem produksi kapitalis mencapai puncaknya: gudang dan toko penuh dengan segala macam komoditi yang amat dfibutuhkan dan amat diminati masyarakat, tetapi masyarakat tidak kuat untuk membelinya. Sang kapitalis tidak dapat menjual barang yang diproduksikannya, dan sang proletar tidak dapat membeli barng yang ditawarkan. Di depan toko-toko yang penuh barang kebutuhan, rakyat yang terdiri atas proletariat tidak mempunyai apa-apa lagi. Dengan demikian akhirnya tercapai titik dimana proletariat tinggal memilih antara dua alternatif: mati atau memberontak.
Orang yang sudah lama terdindas sering tidak kuat untuk memberontak, maka akhirnya mati. Tetapi lain halnya proletariat. Seperti telah diuraikan, pada saat mereka semakin miskin, kesadaran berkelas mereka semakin kokoh dan tidak terpatahkan. Mereka tidak akan membiarkan diri mereka mati, mereka memberontak. Mereka akan menjalankan revolusi sosialis.
Revolusi itu pada permulaannya akan bersifat politis: proletariat merebut kekuasaan negara dan mendirikan "kediktatoran proletariat". Artinya, proletariat menggunakan kekuasaan negara untuk menindas kaum kapitais untuk mencegah mereka memakai kekayan dan fasilitas luas yang masih mereka kuasai untuk menggagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan keadaan lama. Jadi kediktatoran proletariat perlu untuk mencegah segala kemungkinan sebuah revolusi balasan dari sisa-sisa kaum kapitalis. Setelah itu hak milik atas tanah dan atas pabrik-pabrik serta alat-alat produksi lain dicabut dan dialihkan ke negara.
Apabila sisa-sisa perbedaan kelas dalam masyarakat sudah hilang, dengan sendirinya kediktatoran proletariat juga hilang karena tidak ada kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi. Dengan demikian "produksi sudah terpusat dalam tangan individu-individu yang berasosiasi, maka kekuasaan umum kehilangan sifat politisnya". Negara lama-kelamaan menghilang. Dan dengan penghapusan hak milik pribadi, proletariat "menghapus syarat-syarat pertentangan kelas, syarat-syarat adanya kelas-kelas, dan dengan demikian kekuasaannya sendiri sebagai kelas.
Jadi dengan merebut kekuasaan dan menghapus hak milik pribadi, proletariat akhirnya menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dalam masyarakat tanpa kelas, negara sebagai "panitia untuk mengurus kepentingan borjuasi",tidak mempunyai dasar lagi: "negara tidak 'dihapus', negara menjadi layu dan mati sendiri. Masyarakat borjuis diganti dengan "asosiasi di mana perkembangan bebas masing-masing anggota merupakan syarat perkembangan bebas semua". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar